Saturday, January 14, 2012

PUNK: Kasus Medan dan Aceh

PUNK merupakan sub-budaya yang lahir di London, Inggris. Pada awalnya, kelompok punk selalu dikacaukan oleh golongan skinhead. Namun, sejak tahun 1980-an, saat punk merajalela di Amerika, golongan punk dan skinhead seolah-olah menyatu, karena mempunyai semangat yang sama. Namun, Punk juga dapat berarti jenis musik atau genre yang lahir di awal tahun 1970-an. Punk juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik.

Gerakan anak muda yang diawali oleh anak-anak kelas pekerja ini dengan segera merambah Amerika yang mengalami masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu oleh kemerosotan moral oleh para tokoh politik yang memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi. Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana namun kadang-kadang kasar, beat yang cepat dan menghentak.

Banyak yang menyalahartikan punk sebagai glue sniffer dan perusuh karena di Inggris pernah terjadi wabah penggunaan lem berbau tajam untuk mengganti bir yang tak terbeli oleh mereka. Banyak pula yang merusak citra punk karena banyak dari mereka yang berkeliaran di jalanan dan melakukan berbagai tindak kriminal.
Punk lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan, seperti potongan rambut mohawk ala suku indian, atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh, anti kemapanan, anti sosial, kaum perusuh dan kriminal dari kelas rendah, pemabuk berbahaya sehingga banyak yang mengira bahwa orang yang berpenampilan seperti itu sudah layak untuk disebut sebagai punker.

Punk juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan we can do it ourselves. Penilaian punk dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagunya yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial dan bahkan masalah agama.
-------------------------------------

MEDAN-Salah seorang warga kompleks perumahan Citra Wisata, Henry, 48, di Medan, Kamis (12/1) mengatakan ia pernah emosi melihat tingkah laku anak punk yang mulai nekat dan juga mengancam warga, jika tidak mau memberikan uang kepada mereka. Pengalaman pahit ini dialaminya, Rabu (11/1) sekitar pukul 22.00 WIB, saat dirinya berhenti di daerah titi kuning Jalan AH Nasution Medan, didatangi dua anak punk membawa gitar kecil.

Kemudian, anak punk itu membawakan satu buah nyanyian dan berdiri di tengah jalan protokol tersebut.Setelah lampu hijau nyala, maka kendaraan yang dikemudikannya bergerak melaju tujuan ke kompleks perumahan Kecamatan Medan Johor. Namun, secara tiba-tiba dan entah kenapa, anak punk tersebut mengejar mobilnya dan melontarkan kata-kata kotor, karena tidak diberikan uang.
“Saya sangat terkejut diperlakukan secara kasar oleh anak jalanan itu.Apa karena saya tidak memberi uang pada mereka, lantas dimaki-maki dan dipermalukan di muka umum,” kata Henry.
Selanjutnya dijelaskan, tidak ada kewajibannya untuk memberikan uang terhadap anak punk yang “bergerombol” di sekitar pinggiran jalan di kota Medan.Hal ini adalah merupakan tanggung jawab Dinas Sosial Kota Medan yang memberikan pembinaan dan bantuan kepada orang-orang yang tidak mampu atau yang tergolong fakir miskin, serta anak terlantar. “Jadi, masyarakat tidak ada keharusan untuk membantu anggota punk.Kalau pun ada, itu karena merasa kasihan, mungkin mereka belum makan, karena seharian berjemur di terik panas matahari,” ujarnya. Oleh karena itu, ia meminta kepada Pemerintah Kota Medan dan aparat Polresta dapat secepatnya untuk menertibkan kegiatan anak pun dan para pengemis jalanan yang terus semakin menjamur di Kota Medan berpenduduk 2,7 juta jiwa itu. “Kegiatan yang merusak pemandangan mata dan keindahan kota Medan,jangan terus dibiarkan, harus secepatnya ditertibkan, sehingga masyarakat dan pengendara mobil dapat lebih aman dan tidak ada yang mengganggu lagi,” ucap Henry.
 
Sementara itu, salah seorang warga Medan, Surya (50) mengaku, bahwa kumpulan anak punk yang berambut jingkrak diberi cat warna-warni, memiliki tato di bagian tangan dan kaki, mau berbuat nekad dengan cara berdiri di tengah Jalan Halat Medan, tanpa memikirkan keselamatan diri mereka. Anak punk itu mengejar pengemudi mobil yang berada di tengah jalan, tanpa menghiraukan lalu lintas yang padat, begitu juga kendaraan yang sedang melaju dengan kecepatan tinggi.

“Yang penting bagi mereka adalah bisa mendapatkan uang dari pengendara mobil, penumpang angkot dan becak bermotor.Anak punk itu, juga tidak segan-segan mengancam dan menggores mobil, jika tidak diberi uang,” katanya. Ketika ditanya dari mana asal anak punk itu, Surya mengatakan, mereka dari Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Kisaran dan Pematang Siantar. Jadi, kelompok anak punk itu, tidak ada warga Medan. Banyak yang dari luar daerah, terdiri dari remaja putra dan dan putri, masih tergolong muda.Mereka juga tidurnya di pinggiran jalan atau di depan warung di Jalan Halat Medan. 

Di Indonesia, istilah anarki, anarkis atau anarkisme digunakan oleh media massa untuk menyatakan suatu tindakan perusakan, perkelahian atau kekerasan massal. Padahal menurut para pencetusnya, yaitu William Godwin, Pierre-Joseph Proudhon, dan Mikhail Bakunin, anarkisme adalah sebuah ideologi yang menghendaki terbentuknya masyarakat tanpa negara, dengan asumsi bahwa negara adalah sebuah bentuk kediktatoran legal yang harus diakhiri.
Psikolog brilian asal Rusia, Pavel Semenov, menyimpulkan bahwa manusia memuaskan kelaparannya akan pengetahuan dengan dua cara. Pertama, melakukan penelitian terhadap lingkungannya dan mengatur hasil penelitian tersebut secara rasional (sains). Kedua, mengatur ulang lingkungan terdekatnya dengan tujuan membuat sesuatu yang baru (seni).
Dengan definisi diatas, punk dapat dikategorikan sebagai bagian dari dunia kesenian. Gaya hidup dan pola pikir para pendahulu punk mirip dengan para pendahulu gerakan seni avant-garde, yaitu dandanan nyleneh, mengaburkan batas antara idealisme seni dan kenyataan hidup, memprovokasi audiens secara terang-terangan, menggunakan para penampil (performer) berkualitas rendah dan mereorganisasi (atau mendisorganisasi) secara drastis kemapanan gaya hidup. Para penganut awal kedua aliran tersebut juga meyakini satu hal, bahwa hebohnya penampilan (appearances) harus disertai dengan hebohnya pemikiran (ideas).

Punk selanjutnya berkembang sebagai buah kekecewaan musisi rock kelas bawah terhadap industri musik yang saat itu didominasi musisi rock mapan, seperti The Beatles, Rolling Stone, dan Elvis Presley. Musisi punk tidak memainkan nada-nada rock teknik tinggi atau lagu cinta yang menyayat hati. Sebaliknya, lagu-lagu punk lebih mirip teriakan protes demonstran terhadap kejamnya dunia. Lirik lagu-lagu punk menceritakan rasa frustrasi, kemarahan, dan kejenuhan berkompromi dengan hukum jalanan, pendidikan rendah, kerja kasar, pengangguran serta represi aparat, pemerintah dan figur penguasa terhadap rakyat.

Akibatnya punk dicap sebagai musik rock and roll aliran kiri, sehingga sering tidak mendapat kesempatan untuk tampil di acara televisi. Perusahaan-perusahaan rekaman pun enggan mengorbitkan mereka. Gaya hidup ialah relatif tidak ada seorangpun memiliki gaya hidup sama dengan lainnya. Ideologi diambil dari kata "ideas" dan "logos" yang berarti buah pikiran murni dalam kehidupan. Gaya hidup dan ideologi berkembang sesuai dengan tempat, waktu dan situasi maka punk kalisari pada saat ini mulai mengembangkan proyek "jor-joran" yaitu manfaatkan media sebelum media memanfaatkan kita. Dengan kata lain punk berusaha membebaskan sesuatu yang membelenggu pada zamannya masing-masing.
-----------------------------------------------------

ACEH- Sebanyak 65 orang anggota komunitas Punk di Banda Aceh yang ditangkap usai menggelar konser musik akhir pekan lalu, mendapatkan bimbingan di Sekolah Kepolisian Negara (SPN) Aceh Besar. Ada yang mengaku sedih dan ada yang ingin berubah menjadi lebih baik saat mengikuti bimbingan yang digelar sejak Selasa 13 Desember 2011. Mengenakan pakaian polisi, selama 10 hari mereka dilatih baris berbaris. Mereka juga mendapatkan bimbingan mental dan dilatih kedisiplinan. Saat pertama masuk kamp pelatihan, rambut mereka telah dicukur dan mereka diwajibkan mandi teratur.

M Fauzi, salah seorang pelatih dari SPN Seulawah mengatakan, selama di tempat latihan polisi itu, mereka dididik kedisiplinan dan latihan fisik untuk menjaga kebugaran. Mereka juga mendapat pelajaran dan pendalaman aqidah dengan mendatangkan ustadz dan pendeta dari luar sekolah polisi itu. ilmu agama harus diterapkan sebagai satu inisiatif kepada kita untuk menyelesaikan masalah ini dengan lebih mudah. mereka harus dibimbing dan diperhatikan karena merekalah yang akan menerajui negara, memastikan generasi-generasi lebih inovatif. permasalahan ini bukan permasalahan biasa malah ini merupakan tanggungjawab bersama dan masyarakat memainkan peranan yang penting dalam memberikan informasi yang tepat bukan menghukum tapi memberikan pelajaran dan pendidikan agar mereka mengenali kehidupan dan budaya yang lebih sihat.

Negara menetapkan pemberlakuan hukum dan peraturan yang sering kali bersifat pemaksaan, sehingga membatasi warga negara untuk memilih dan bertanggung jawab atas pilihannya sendiri. Kaum anarkis berkeyakinan bila dominasi negara atas rakyat terhapuskan, hak untuk memanfaatkan kekayaan alam dan sumber daya manusia akan berkembang dengan sendirinya. Rakyat mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa campur tangan negara.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...