Oleh Muksin Umar
Sumber: SerambiIndonesia
KITA sering mendengar seseorang di-rongent atau di-scan untuk mengetahui penyakit yang dialami oleh orang tersebut. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini memungkinkan kita men-scan perut bumi dengan metode yang mirip dengan sistem CT-scan (Computed Tomography-scan). Metode scan perut bumi ini dinamakan dengan seismic tomography.
Seismic tomography (tomography seismik) sendiri dapat diartikan sebagai teknik menggambarkan sesuatu yang dilewati oleh gelombang seismik. Berbeda dengan CT-scan yang menggunakan sinar-X sebagai sumber sinar dan detektor sinar-X, dalam tomography seismik kita menggunakan gempa atau ledakan sebagai sumber gelombang dan seismometer untuk merekam data gempa.
Tomography seismik sendiri terdiri dari beberapa jenis tergantung pada jenis gelombang seismik yang digunakan dan metode perhitungannya. Dalam tulisan ini penulis memperkenalkan tomography seismik yang mengkaji kecepatan perambatan gelombang P (pressure) yaitu gelombang yang pertama sekali kita rasakan di permukaan. Untuk metode ini kita menghitung dan memetakan kecepatan gelombang P semua daerah yang dilalui oleh gelombang. Gelombang seismik akan merambat lebih cepat jika melewati material yang dingin dan padat seperti lempeng bumi yang masuk ke dalam mantel. Sebaliknya, gelombang akan merambat lebih lambat jika memasuki struktur panas seperti batuan yang sangat panas atau magma.
Struktur bumi
Tahun 2010, penulis berhasil menggambarkan struktur bumi tiga dimensi di bawah Indonesia sampai pada kedalaman 1.500 km dengan menggunakan beberapa sumber data gempa antara lain dari: International Seismological Centre (ISC), Geoscience Australia (GA), Research School of Earth Sciences Australian National University (RSES-ANU), dan data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indonesia.
Gambar B menunjukkan struktur bumi di bawah garis A-A” pada Gambar A sampai pada kedalaman 1500 km. Zona berwarna merah dalam Gambar B adalah struktur dengan kecepatan gelombang lebih lambat sedangkan daerah berwarna biru muda adalah struktur bumi dengan perambatan gelombang lebih cepat. Di sini struktur yang berwarna biru muda dalam Gambar B menggambarkan lempeng Indo-Australia yang masuk ke bawah Sumatera yang dikenal dengan zona subduksi sedangkan zona merah adalah daerah panas yang menunjukkan adanya kandungan magma di bawah danau Toba. Titik-titik berwarna ungu adalah titik-titik gempa di bawah zona garis A-A” yang umumnya terjadi dalam zona subduksi atau di daerah pertemuan dua lempeng. Kami berhasil menggambarkan zona subduksi yang membentang dari Andaman sampai bagian timur Indonesia. Akibat keberadaan zona subduksi ini, Indonesia tidak terhindarkan dari gempa setiap saat baik gempa kecil maupun besar. Namun demikian, tidak semua wilayah dapat digambarkan dengan menggunakan tomography seismik ini karena gempa hanya terjadi di lokasi-lokasi tertentu saja dan kita tidak bisa menempatkan seismometer di semua wilayah, seperti di dasar laut atau hutan belantara.
Memetakan kekayaan alam
Dengan tomography seismik yang lebih komprehensif kita dapat memanfaatkan gempa untuk mempelajari kekayaan Indonesia terutama Aceh yang memiliki kandungan sumber daya alam yang luar biasa seperti panas bumi, gas, minyak dan lain-lain.
Sejak pertengahan 2011 penulis dibantu oleh beberapa dosen dan mahasiswa Jurusan Fisika FMIPA Unsyiah bekerja sama dengan Pusat Penelitian Geoscience Jerman mencoba “menscan” perut bumi di daerah Tapanuli Utara untuk keperluan eksplorasi panas bumi (geothermal) menggunakan kombinasi beberapa metode tomography seismik. Kami menggunakan gempa sebagai sumber gelombang mengingat di sepanjang patahan Sumatera terdapat banyak gempa-gempa darat dan dangkal. Kami sangat “beruntung” karena telah terjadi lebih dari 5.000 gempa di daerah Tarutung saja hanya dalam waktu 6 bulan.
Maka benarlah apa yang disebutkan dalam Alquran (Al-Insyirah: 5-6), “Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan”, adalah benar adanya. Gempa di Indonesia memang tidak bisa terhindarkan karena adanya zona subduksi yang membentang sepanjang Indonesia dan patahan sepanjang Sumatera, bahkan tsunami berikutnya juga masih berpeluang terjadi. Namun gempa yang menakutkan itu juga dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi umat manusia. Kita sebagai manusia memang tidak dapat mengetahui semua hal tentang gempa secara mendetil. Tetapi selaku manusia yang diberikan akal, kita harus berpikir untuk meminimalisir efek negatif akibat gempa dan memanfaatkan gempa untuk kepentingan umat manusia.
* Penulis adalah Staf Pengajar pada Jurusan Fisika FMIPA Unsyiah dalam bidang Seismology dan saat ini menjadi Research Assistant pada Pusat Penelitian Geoscience (GFZ), Potsdam, Jerman.
No comments:
Post a Comment