Gempa yang mengguncang Aceh memang berkekuatan besar, 8,5 skala Richter cukup untuk mengulang kisah kelam saat gempa berkekuatan sama memicu Tsunami 2004 silam. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho menyatakan gempa kali ini tidak berada di zona subduksi atau pertemuan dua lempeng benua. Itulah penjelasan kenapa gempa kali ini tidak menimbulkan tsunami yang masif.
Meski begitu, bekas trauma akibat tsunami 2004 silam masih menghantui masyarakat. Pengungsi pun mencapai angka 10.000 jiwa. Meski mereka mulai kembali ke rumah masing-masing, namun sebagian besar aktifitas masyarakat belum berjalan sepenuhnya.
Dari informasi yang dihimpun relawan Aksi Cepat Tanggap (ACT) di lapangan, jumlah anak yang masuk sekolah masih dibawah 20%. Di Meulaboh dan Simeulue dan sebagian besar di daerah lainnya, terlihat masih banyak anak anak yg takut keluar rumah, cenderung ketakutan dan tidak ingin berpisah dengan orang tua. Sebagian besar keluarga nelayan memilih untuk tidak melaut.
Mengantisipasi dampak buruk dari trauma ini, Jum’at (13/4/2012) tim ACT melakukan pendekatan trauma healing melalui aksi permainan anak, membagikan biskuit dan susu, kegiatan tersebut berlanjut hingga Sabtu. Sasaran aksi adalah di Taman Kanak-kanak Bunda, anak-anak Desa Air Pinang-Simeuleu Timur dan Sekolah Dasar Negeri 04 Sigli.
Data sementara perlu dilakukan terapi trauma healing untuk sekitar 50.000 anak. Jumlah ini sangat mungkin bertambah sampai 100.000 anak kalau program trauma healing bisa dilakukan sampai ke desa desa terpencil di Aceh.
Rencananya pada 17 April hingga Juni 2012 ACT akan mengirim relawan untuk melakukan Teraphy memperkuat tim yang sudah ada bersama relawan Masyarakat Relawan Indinesia (MRI) Sumatera. Basis kegiatan recovery psikis ini akan diadakan di masing-masing sekolah dan komunitas religius.
No comments:
Post a Comment